PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

pendidikan luar sekolah merupakan pelengkap, pengganti dan pendamping pendidikan formal

Senin, 27 Juni 2011

PENTINGNYA KESEGARAN TUBUH SECARA ANATOMI DAN PSIKOLOGI LANJUT USIA DALAM PROSES BELAJAR EFEKTIF


Hakikat  kesegaran tubuh
Berbicara mengenai kesegaran tubuh, maka persepsinya adalah badan yang segar. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan, salah satu diantaranya adalah dengan berolahraga. Oleh karena itu olahraga dapat dijadikan sebagai bagian dari kehidupan, sehingga tidak salah apabila orang mengatakan jangan harap kondisi fisik menjadi optimal dan tetap segar jika tubuh tidak aktif bergerak. Fisik yang tidak aktif bergerak akan merangsang tubuhnya menjadi hipokinetik.
Kesegaran adalah kondisi fisiologis atau kapasitas fisiologis yang dapat menunjukan peningkatan kualitas hidup (Fox, E.L. at. Al.. 1987: 6). Menurut Bouchard, C. et. Al. (1990:6) kesegaran dibagi menjadi 2 macam, yaitu: (1) kesegaran fisik, dan (2) kesegaran mental.
Menurut Henkel, B.O. et. Al. (1997: 112) kesegaran jasmani merupakan kemampuan kerja yang ditentuka oloh kekuatan, daya tahan, dan koordinasi. Masing-masing komponen akan mengalami perubahan yang disebabkan oleh usia biologis seseorang, jenis kelamin, status kesehatan, dan anatomi serta biokimianya. Lagi pula terdapat tingkat karakteristik khusus yang selalu mengalami perubahan melalui pertumbuhan dam perkembangan. Pengaruh kekuatan dan adanya motivasi dapat digunakan untuk mengukur kesegaran seseorang dan dapat dapat dilakukan secara sederhana. Suharto, dkk. (200: 1) menyatakan bahwa segaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.
Kesegaran  tubuh merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seriap orang membutuhkan kesegaran tubuh baik masyarakat, wiraswasta, PNS, ABRI, Polri. Semua ini sebagian besar kurang memahami apa yang dimaksud dengan kesegaran jasmani, apa manfaat kesegaran jasmani, dan komponen apa saja yang terkandung di dalam kesegaran tubuh. Pemerintah telah menyadari, walaupun masyarakat kurang memahami hal-hal tersebut diatas, tetapi pemerintah sudah berusaha memperhatikan betapa pentingnya kesegaran tubuh, sehingga pemerintah dengan salah satu cara mencanangkan slogan, yaitu “ Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”.
Perhatian pemerintah tidak hanya sampai pada selogan semata tetapi pemerintah sudah mempersiapkan diri langkah-langkah untuk meletakan dasar kesegaran jasmani sejak usia dini. Adapun langkah-langkah tersebut, yaitu membiasakan anak sejak masih disekolah dasar (SD) secara rutinitas melakukan Senam Pagi Indonesia (SPI), Senam Kesegaran Jasmani (SKJ), dan Senam Ayo Bersatu. Semua ini merupakan usaha nyata dari pemerintah untuk meningkatkan kesegaran jasmani, disamping masih ditunjang oleh beberapa faktor yang lain. Anak-anak, Remaja, Dewasa dan Lansia, secara individu jarang sekali yang mengetahui status kesegaran jasmaninya (Baik Sekali, Baik, Sedang, Kurang, maupun Kurang Sekali), dikarenakan mereka tidak mengetahui caranya ataualat untuk tes kesegaran jasmani. Sehingga mereka tidak berusaha mempertahankan maupun meningkatkan kesegaran jasmaninya.
Kondisi tubuh yang berhubungan dengan kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan menggunakan kekuatan, daya kreasi dan daya tahan dengan efisiensi tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Disadari atau tidak kebugaran jasmani merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia. Karena kebugaran jasmani senyawa dengan hidup manusia.
 Kebugaran jasmani akan memberikan corak hidup manusia (Depdikbud, 1996 : 3). Menurut Engkos Kosasih (1985 : 10) Kebugaran Jasmani adlah suatu keadaan seseorang yang mempunyai kekuatan (strength) kemampuan (ability), kesanggupan dan daya tahan untuk melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa kelelahan yang berarti. Kebugaran Jasmani adalah kemempuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Depdikbud, 1996 : 1). Menurut Arma Abdoellah dan Agus Manadji (1994 : 146) Kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk melakukan tugas sehari-hari dengan semangat, tanpa rasa lelah yang berlebihan dan dengan penuh energi melakukan dan menikmati kegiatan waktu luang dan dapat menghadapi keadaan darurat bila datang.
Menurut Sadoso Sumosardjuno (1996 : 9) Kebugaran Jasmani adalah kemampuan untuk menunaikan tugas sehari-hari dengan gampang tanpa rasa lelah yang berlebihan, serta masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang dan untuk keperluan yang mendadak. Menurut Junusul Hairy yang dikutip dari Charles T. Kuntzleman (1989 : 9) Kebugaran Jasmani adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas sehari-hari dengan giat dan penuh kewaspadaan, tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan dengan energi yang cukup untuk menikmati waktu senggang dan menghadapi hal-hal yang darurat yang tak terduga sebelumnya. Kebugaran Jasmani (physical fitness) merupakan satu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh (total fitness). Kebugaran jasmani disebut juga kesegaran jasmani atau kesempatan jasmani. Istilah kesegaran sering disebut untuk menyebut benda, sedangkan kesempatan jasmani sering dipakai dikalangan militer. Dalam pembentukan jasmani digunakan istilah kebugaran jasmani (Suharjana, 2004 : 3).
Menurut Wahjoedi (2003 : 26) Kebugaran Jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas sehari-hari dengan giat, mudah, efisien, dan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, serta dengan cadangan energy yang tersisa masih mampu untuk menikmati waktu luang dan menghadapi hal-hal yang tidak terduga.
Psikologi lanjut usia
Memasuki lanjut usia merupakan periode akhir dalam rentang kehidupan manusia di dunia ini. Banyak hal penting yang perlu diperhatikan guna mempersiapkan memasuki masa lanjut usia dengan sebaik-baiknya. Kisaran usia yang ada pada periode ini adalah enam puluh tahun ke atas. Ada beberapa orang yang sudah menginjak usia enam puluh,tetapi tidak menampakkan gejala-gejala penuaan fisik maupun mental. Oleh karena itu, usia 65 dianggap sebagai batas awal periode usia lanjut pada orang yang memiliki kondisi hidup yang baik.
Karakteristik lanjut usia
۞ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ [٣٠:٥٤]
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.

1. Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor   fisik dan psikologis. 
2. Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang mengaggapnya sebagai hukuman.
3. Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa tua tidaklah menyenangkan.
4. Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap orang berusia lanjut tidak begitu dibutuhkan karena energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga masyarakat yang masih menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar.
5. Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif tentang usia lanjut.
6. Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok yang lebih muda.
7. Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang disebabkan oleh sikap sosial yang negatif.
8. Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk memperlambat penuaan.
Jenis-jenis Penuaan                            
 Istilah "penuaan"  agak ambigu. Perbedaan dapat dibuat antara "penuaan universal" (perubahan usia bahwa semua orang berbagi) dan "penuaan probabilistik" (usia perubahan yang mungkin terjadi pada beberapa, tapi tidak semua orang saat mereka tumbuh dewasa, seperti timbulnya penyakit diabetes tipe dua). penuaan kronologis, mengacu pada berapa usia seseorang, ini bisa dibilang definisi yang paling sederhana dari penuaan dan dapat dibedakan dari "penuaan sosial" (masyarakat ekspektasi tentang bagaimana orang harus bertindak saat mereka tumbuh lebih tua) dan "penuaan biologis" (organisme fisik negara karena usia). Ada juga perbedaan antara "penuaan proksimal" (efek usia berbasis terjadi karena faktor di masa lalu) dan "penuaan distal" (perbedaan umur berbasis yang dapat ditelusuri kembali menyebabkan lebih awal dalam hidup seseorang, seperti sebagai polio masa kanak-kanak).
Perbedaan-perbedaan usia.
Berkaitan dengan kehidupan manusia  sering dibagi menjadi berbagai rentang usia. Namun, karena perubahan biologis adalah bergerak lambat dan bervariasi dari orang ke orang, tanggal  bulan dan tahun biasanya dapat diatur untuk menandai masa kehidupan. Pembagian diberikan di bawah ini tidak valid di semua budaya:
 * Mulai  masa bayi.   * masa kanak-kanak. * preadolescence, * masa remaja  0-19 th
*Awal dewasa: 20-39th.* Tengah dewasa:40-59th. * Akhir dewasa:60th.
 Maka usia setelah 60-an tahun keatas  yang disebut dengan “masa tua”.
Perbedaan kadang-kadang dibuat antara populasi dalam rentang usia orang tua. Pembagian kadang-kadang dibuat antara tua muda (65-74), tengah tua (75-84) dan tertua tua (85). Namun, bermasalah dalam hal ini adalah bahwa usia kronologis tidak berkorelasi sempurna dengan usia fungsional, yaitu dua orang mungkin pada usia yang sama, tetapi berbeda dalam kapasitas mental dan fisik. Setiap bangsa, pemerintah dan organisasi non-pemerintah memiliki cara yang berbeda untuk mengklasifikasi usia. penuaan penduduk adalah peningkatan jumlah dan proporsi orang tua dalam masyarakat. Penduduk penuaan memiliki tiga kemungkinan penyebabnya: migrasi, lama harapan hidup (penurunan angka kematian), dan penurunan tingkat kelahiran.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
d. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
a. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
- Gangguan jantung
- Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus
- Vaginitis
- Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
- Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
- Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
  • Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
  • Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
  • Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
  • Pasangan hidup telah meninggal.
  • Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
c. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
1. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
d. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
e. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia.
Proses belajar efektif
Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari ( Bari Djamarah, 1994: 21). Menurut James O. Wittaker belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. sedangkan menurut Cronbach belajar yang efektif adalah melalui penglaman. Dan menurut Howard L. Kingsley belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan (Dalyono, 2006: 104).
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan 2 unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan sebagai hasil dari proses belajar. Sehingga dilihat dari pengertian prestasi dan belajar tersebut maka dapat diambil kesimpulan prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan. Bentuk perubahan dari hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu :
a). Aspek kognitif meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan eterampilan/kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut.
b). Aspek efektif meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan dan kesadaran.
c). Aspek psikomotor meliputi perubahan-perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan motorik. (Daradjat, 1995: 197)
Prestasi belajar siswa yang diperoleh dalam proses belajar-mengajar disekolah dapat dilihat dan diketahui dari nilai hasil ujian semester, yang kemudian dituangkan dalam daftar nilai rapor. Nilai tersebut merupakan nilai yang dapat dijadikan acuan berhasil tidaknya siswa belajar serta dijadikan acuan berhasil tidaknya proses belajar mengajar di kelas. Penilaian prestasi siswa yang dicantumkan dalam rapor, bisa berbentuk angka juga berbentuk huruf. Prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu yang telah dipelajarinya, akan tetapi juga keberhasilan sebagai indikator kualitas institusi pendidikan di tempat dia belajar.
Sedang bagi lanjut usia proses belajar bukan seperti siswa belajar di sekolah tetapi lebih berupa pelatihan yang berbentuk implementasi saja. Hal ini mengingat akan keterbatasan yang dimiliki oleh lanjut usia. Lansia yang telah mengalami penurunan fungsi-fungsi organ tubuh oleh karena itu dalam menyiapkan sebaik mungkin. Proses pembelajaran pada lansia harus berbentuk pelaksanaan dan berdasarkan ketertarikan para lansia bukan berdasarkan pada keinginan seorang pembuat materi pembelajaran dan sesuai kebutuhan lansia itu sendiri.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
Dari uraian di atas jelas tampak begitu besar pengaruh kesegaran tubuh bagi seorang lansia dalam proses belajar efektif. Dan bagi seorang pelatih atau orang yang berhubungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar